Perjodohan Sokko Pipi’ dan Penja Tumis Pedas

Rezeki yang diberikan oleh Allah Subhana Wa Ta’ala bentuknya variatif, bukan hanya uang tunai saja. Makanan, minuman maupun pertolongan dari orang berhati mulia juga merupakan rezeki dari Tuhan pencipta alam semesta. Terkait dengan rezeki,  hari ini saya ingin bercerita tentang pertemuanku dengan kuliner langka bernama sokko pipi’. Namanya lucu kan? Yuhuuu…bagaimana sih  wujud sokko pipi’ itu?

Sekitar jam delapan pagi saya tiba di Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, tempat saya bekerja. Departemen saya berada di lantai tiga. Saya suka berjalan santai di koridor lantai dasar sambil menikmati cuaca pagi dan semarak burung merpati yang mencari makan. Saat berjalan menuju ke kantin Kak Suri (tempat saya biasa ngeteh morning sambil makan pastel), saya bertemu dengan Dr. Asmita, Ketua Departemen Ilmu Tanah. Singkat cerita saya diajak ngeteh di kantornya. Mulanya ada rasa segan karena tidak ingin merepotkan orang dengan kedatangan saya, namun keramahan bu Asmita tidak dapat saya tolak. Akhirnya saya ngeteh di ruangan Departemennya. Beberapa orang pegawai alias tendik sudah berada di dalam ruangan itu. Suasana kampus masih sepi sehingga kami dapat ngobrol santai sambil menikmati teh panas. Tanpa diduga, datanglah Dr. Nurbaya Busthanul (dosen Departemen Agribisnis). Dari jendela ruangan, beliau menyodorkan kepada bu Asmita sebuah bungkusan berisi sokko pipi’. Tampaknya bu Nurbaya sangat terburu-buru karena harus mengajar. Rupanya Bu Nurbaya hanya singgah sejenak mengantarkan ole-ole yang dibawanya dari bepergian.

Bu Asmita segera membuka bungkusan itu, di dalamnya ada harta karun bernama sokko pipi’ atau ketan pipih. Makanan jadul itu merupakan favorit ayah saya. Setiap kali saya menemani almarhumah Nenek pergi menerima uang pensiun, pulangnya kami belanja ke pasar untuk membeli sokko pipi’. Transpor yang lazim digunakan saat itu adalah becak. Sebagai bocil kesayangan Nenek, saya sangat menikmati jalan-jalan menaik kendaraan beroda tiga saat pergi membeli sokko pipi’. Seingatku, Nenek mempunyai penjual langganan sokko pipi’ di pasar. Selain sokko pipi’ warna putih dan hitam, dijual juga gogos (semacam lemper khas Makassar yang dibakar) dan telur asin. Rasa telur asin selalu cocok bila dimakan bersama gogos, sokko pipi’ maupun makanan lainnya.

Sokko pipi’ adalah kuliner ketan Sulawesi Selatan berbentuk huruf U karena cetakannya terbuat dari kayu memanjang seperti perahu. Sekilas dilihat mirip dingklik atau bangku kayu. Cara membuat sokko pipi’ adalah beras ketannya direndam air, ditiriskan dan dikukus seperti lazimnya membuat ketan. Selama berlangsungnya pengukusan, ketan diaduk dan diperciki dengan santan kental yang telah diberi sedikit garam. Setelah matang, ketan ditaruh di atas tampah beralas daun pisang dan dipukul berkali-kali memakai sendok kayu supaya menjadi lebih lembut. Setelah ketannya lembut dan dingin, sokko ini dimasukkan dalam cetakan berbentuk perahu yang bagian dasarnya sudah diberikan alas berupa daun pisang yang dioles minyak kelapa. Ketan alias sokko ini  ditutup dengan daun pisang, ditekan dengan pemberat dan dibiarkan selama 24 jam. Setelah sehari semalam, sokko ini dikeluarkan dari cetakannya,  diiris tipis dan dibungkus daun pisang. Butiran beras ketannya begitu padat tanpa menyisakan rongga dan cantik penampilannya. Tampaknya membuat sokko pipi’ memerlukan energi dan talenta khusus dalam mengolah ketan karena banyak ‘ritual’ yang harus dilalui. Inilah tantangan terberat dalam melestarikan kuliner jadul di Sulawesi Selatan karena kawula muda lebih senang mengkonsumsi makanan atau produk luar negeri yang hits di media sosial.

Saya begitu senang menerima sebungkus sokko pipi dari bu Asmita. Saya menunda memakannya karena teringat bahwa di freezer di rumah ada sekotak ikan penja tumis pedas yang saya beli secara online. Selain telur asin, ikan penja tumis pedas adalah jodohnya sokko pipi’. Saya hanya mengambil sekerat sokko pipi’ dan membungkus sisanya untuk dimakan bersama penja tumis pedas yang setia menanti pulangnya saya ke rumah. Cerita tentang ikan penja tumis pedas ada disini, silahkan klik link untuk membacanya.

Saya tiba di rumah sore hari. Setelah mencuci tangan, saya segera membuka freezer dan mengeluarkan kotak plastik berisi penja tumis pedas. Suapan pertama sokko pipi’ dengan penja tumis pedas membawa angan saya melayang ke saat masih bertinggal di rumah Nenek di jalan Onta. Masa kecil nan indah, penuh canda tawa. Kelezatan sokko pipi’ bercampur penja tumis pedas pecah di mulut, karena adanya rasa gurih dari santan, nuansa asin ikan penja bercampur asam dari tomat, sedikit pedas dan wangi daun jeruknya gemlegar menambah harumnya kuliner ini. Pikiran saya seakan masuk ke dalam mesin waktu. Tidak sia-sia perjuangan saya membawa pulang sebungkus sokko pipi’ yang berdempet sesak bersama laptop, ponsel dan aneka barang high technologi yang mengisi ransel saya. Ini adalah momen berharga menikmati kuliner langka dan membangkitkan kenangan manis dengan orang tercinta yang telah berpulang ke hadirat Allah Subhana Wa Ta’ala.

Hari ini kepala saya dipenuhi kenangan masa kecil menikmati aneka masakan jadul hasil kreasi almarhumah Nenek yang selalu memanjakan lidah. Sayangnya saya tidak mempunyai dokumentasi masakan yang pernah dibuat oleh Nenek. Kamera merupakan barang sangat mahal dan langka saat saya masih bocil. Hanya segelintir orang yang mempu membelinya. Ya Allah, betapa indahnya mengingat suasana saat menikmati sokko pipi’ bersama Nenek tercinta. Tidak terasa waktu sejam telah berlalu. Bu Asmita harus bersiap untuk mengajar di kelas dan saya juga harus masuk kelas karena mahasiswa telah menanti kuliah hari ini. Salam bahagia dan sehat selalu (srn).

7 Comments

  1. Waw asyik cerita dari Bu Dutchis sayang sambil menikmati kuliner yang lamak bana. Sehat dan sukses selalu Bu Doktor.

  2. Sokko pipii adalah makanan khas Bugis, dan saya sangat menyukainya, apalagi kalau dimakan dengan mangga masak. Sedap sekali.

  3. Saya turut merasakan nikmat sokko pipi yang disajikan bunda Dutchies

    Masyaa Allah, kenangan masa kecil tersaji lengkap dan selalu indah untuk dikenang

    Barokallah

  4. Heeem maknyus seperti apa rasanya ya bu, nyam-nyam . . .nikmat, terimakasih bu artikelnya

  5. Masyaa Allah..!
    Sungguh sebuah kenangan yang indah, Bu Dutchies.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *