
Kemala adalah seorang penjahit baju yang masih belia. Dia hidup bersama ayahnya yang telah berusia senja. Ayahnya membuka sebuah kios jahit di pasar dan saat ini kios itu dikelola oleh Kemala, putri tunggalnya. Kemala belajar menjahit dari ayahnya yang berprofesi sebagai tukang jahit baju sejak masih lajang. Kios kecil itu terletak di sudut pasar yang ramai dengan kegiatan transaksi jual beli. Di sekitar kios berjejer penjual aneka buah-buahan dan bahan kebutuhan rumah tangga. Di pagi hari nan cerah, kios jahit milik Kemala didatangi seorang perempuan tua yang tampak kebingungan. Setelah memberi salam, perempuan tua berkerudung lusuh itu masuk ke dalam kios jahit. Kemala segera mempersilahkan tamunya duduk di kursi. Ruang jahit itu kecil namun tertata apik sehingga suasananya nyaman. Dari jendela terlihat keramaian pasar yang padat pengunjung.
“Aku ingin menjahit baju seragam untuk anak-anak di panti asuhanku,” sang tamu membuka pembicaraan.
“Suatu niat yang sangat mulia. Mereka ada berapa orang? Kain bagaimana yang Ibu inginkan untuk dijahit menjadi seragam ana-anak itu?” Kemala bertanya lembut pada pengunjung kiosnya. Wajah perempuan itu menampakkan keraguan untuk menjawab pertanyaan Kemala.
“Ada 10 orang anak perempuan dan 5 orang anak lelaki, umurnya sekitar 5 sampai dengan 10 tahun. Mereka semua anak yatim piatu dan kurawat sejak masih bayi. Mohon carikan kain baju yang paling murah dengan model sederhana sesuai dengan uangku ini.”
“Okay Ibu, mohon izinkan aku menghitung biayanya,” Kemala segera menulis jejeran angka di atas kertas. Dia menunjukkan jumlahnya ke hadapan perempuan itu. Perempuan itu kembali mendesah penuh ragu.
“Aku kuatir uang simpananku tidak cukup membayar semua biaya baju itu,” suara perempuan tua itu terdengar sangat lirih. Dia menundukkan kepala sambil meremas ujung bajunya.
“Tenanglah Ibu, aku akan mengerjakannya untukmu. Kamu terima beres pesananmu,” Kemala mengelus lembut bahu tamunya untuk menenangkan.
“Kamu tidak keberatan menjahit baju seragam untuk anak yatim piatu di panti asuhan? Uang kami hanya begini jumlahnya, apakah kamu tidak merasa rugi menolong kami yang bukan kerabatmu?”
Perempuan tua itu mengeluarkan beberapa lembaran uang kertas lusuh dan setumpuk koin dari kantong kain yang dipegangnya. Dia meletakkan semua uang itu di atas meja.
“Ibu tenang saja, saya akan menjahit baju seragam terbaik untuk anak-anak di panti asuhanmu.”
“Kamu tidak merasa rugi, Nona?” suaranya terdengar ragu. Kemala tersenyum manis, terlihat sangat menyejukkan hati.
“Tidak pernah terjadi kerugian jika kita berbuat kebaikan kepada sesama makhluk Tuhan,” Kemala menjawab mantap pertanyaan sang tamu.
“Kamu sungguh baik hati, Nona…,” perempuan tua itu menangis terisak sambil memeluk Kemala.
“Ini adalah hadiah terindah untuk anak-anak kami. Semoga Tuhan selalu membukakan pintu rezeki yang berkah untuk usahamu,” doa perempuan itu diaminkan oleh Kemala (srn).
Masya Allaah..
Barokallahu fii kum, Daeng Sri Nur Aminah
Terima kasih doa dan perhatian bunda cantik Nur Azizah.
Bunda Dutchies di setiap katanya adem, enak sekali dibaca
Terima kasih Bunda Dutchies, benar kita pun tidak perlu menghitung berapa untuk kebaikan? (yang terpenting tidak sampai berhutang)
Terima kasih banyak apresiasi dok Izzuki. Barakallah.