Dunia pendidikan bersifat sangat dinamis karena terjadinya perubahan mind-set dan metode pengajaran disesuaikan dengan kebutuhan dunia kerja. Kontribusi terbesar pelamar di dunia kerja adalah fresh graduate yang mempunyai bekal soft skill dan nilai akademik dianggap layak untuk bersaing di dalam memeperebutkan satu posisi. Perguruan Tinggi merupakan wadah pendidikan menghasilkan alumni yang siap menerima tantangan globalisasi dengan mencetak sarjana siap pakai. Di dalam meningkatkan kualitas pendidikan mahasiswa di perguruan Tinggi, kompetensi seorang dosen merupakan faktor vital berlangsungnya proses pembelajaran sesuai dengan yang ditargetkan dalam agenda awal tahun. Kompetensi dosen mencakup berbagai aspek penting antara lain: 1) Kompetensi Pedagogik: Kemampuan untuk mengajar dengan baik, merancang kurikulum, dan menggunakan metode pengajaran yang efektif; 2) Kompetensi Keilmuan: Penguasaan materi dan bidang studi yang diajarkan, termasuk penelitian terkini dalam disiplin tersebut; 3) Kompetensi Profesional: Kemampuan untuk berperan dalam lingkungan akademik, termasuk kolaborasi dengan rekan kerja dan partisipasi dalam kegiatan akademik; 4) Kompetensi Sosial: Kemampuan untuk berinteraksi dengan mahasiswa dan kolega secara positif, membangun hubungan yang baik, dan memahami kebutuhan serta karakteristik mahasiswa; 5) Kompetensi Evaluatif: Kemampuan untuk menilai dan memberikan umpan balik terhadap kemajuan belajar mahasiswa serta melakukan evaluasi terhadap kurikulum dan proses pembelajaran.
Otak manusia terbagi menjadi dua sisi yaitu: sisi kiri dan kanan dengan tugas berbeda. Otak bagian kiri berisi logika, sekuens, sifat rasional, kemampuan analisis sebuah tujuan dan melihat kasus bagian per bagian secara detil. Otak kanan manusia sifatnya random, intuisif, holistik, kemampuan mensintesis masalah, subyektif dan melihat semua persoalan secara global. Sebagai seorang dosen yang menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi, saya melihat bahwa otak kiri telah bekerja sangat keras selama hari Senin sampai dengan Jumat. Lima hari kerja mulai pagi sampai menjelang petang adalah tugas dosen menuntaskan kuliah di kelas, membimbing mahasiswa, melaksanakan kegiatan sesuai standar (hadir workshop, seminar) dan menulis paper penelitian yang tentunya dicicil sesuai dengan waktu yang tersedia. Weekend atau akhir pekan merupakan waktu yang amat ditunggu untuk merefresh kinerja otak dan memberikan kesempatan tubuh bebas sejenak dari rutinitas. Apa daya, situasi di Indonesia menuntut seorang dosen tetap melakukan kegiatan berbau akademik di akhir pekan karena tidak ada lagi slot melaksanakannya pada hari lainnya. Apa lagi jika tiba akhir tahun, semua kegiatan diborong pelaksanaannya pada akhir pekan. Hal inilah menjadi salah satu penyebab menurunnya kesehatan dan kualitas mengajar seorang dosen karena ‘terlalu lelah’ menjalankan berbagai kegiatan urgensi di hari libur. Ini masih dalam konteks terkait akademik. Bagaimana dengan seorang ibu yang menjadi dosen? Weekend adalah hari libur dan quality time bersama keluarga. Itu adalah sebuah rencana yang indah dan biasanya harus sad ending karena seringkali bertabrakan dengan kegiatan workshop yang harus segera diinput realisasinya pada minggu berikut yang akan datang.
Terkait dengan kompetensi dosen, cara mengukur kompetensi seorang dosen dapat dilakukan melalui berbagai metode antara lain: 1) Evaluasi Kinerja: Melakukan penilaian berkala terhadap kinerja dosen berdasarkan indikator yang telah ditentukan, seperti metode pengajaran, interaksi dengan mahasiswa, dan kontribusi dalam penelitian; 2) Umpan Balik dari Mahasiswa: Mengumpulkan umpan balik dari mahasiswa melalui survei atau kuesioner untuk menilai kepuasan mereka terhadap pengajaran dan interaksi dosen; 3) Observasi Kelas: Melakukan observasi langsung saat dosen mengajar untuk menilai penggunaan metode pengajaran, keterlibatan mahasiswa, dan pengelolaan kelas; 4) Portofolio: Mendorong dosen untuk menyusun portofolio yang mencakup materi pengajaran, rencana pembelajaran, hasil penelitian, dan bukti partisipasi dalam kegiatan akademik; 5) Pengembangan Profesional: Mengukur partisipasi dosen dalam kegiatan pengembangan profesional, seperti seminar, workshop, atau kursus tambahan yang relevan; 6) Penilaian Rekan Sejawat: Menggunakan penilaian dari rekan sejawat untuk memberikan perspektif tambahan mengenai kompetensi dosen dalam konteks akademik. Terkait dengan sifat orang Indonesia yang sering tidak enakan atau merasa malu hati memberi penilaian sejujurnya, poin nomor 6 biasanya diisi dengan ‘yang baik-baik saja’. Harus dipahami bahwa tidak semua manusia mampu menerima kritik dari orang lain tentang kinerja dirinya karena dianggap telah menyinggung perasaan. Jangan sampai penilaian rekan sejawat malah menimbulkan konflik berkepanjangan sehingga anda harus tetap stay cool membaca penilaian itu, apapun hasilnya. Dosen yang baik harus menerima kritikan yang sifatnya membangun dan jangan pernah mengulang kesalahan yang pernah terjadi; 7) Hasil Pembelajaran Mahasiswa: Menganalisis hasil belajar mahasiswa, seperti nilai ujian dan tingkat kelulusan, sebagai indikator keberhasilan pengajaran dosen.
Kombinasi dari beberapa metode yang telah disebutkan sebelumnya dapat memberikan gambaran lebih komprehensif tentang kompetensi dosen. Saya berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan membawa pencerahan untuk menghasilkan banyak aktivitas positif bersama sejawat dan mahasiswa yang membutuhkan bimbingan dari dosennya (srn).