Biduri: Si Cantik Nan Bergetah

Malam ini jemari saya terasa sangat ingin mengisi kembali tulisan di website ini. Padahal baru beberapa menit lalu saya selesai re-post tulisan bu Tri Mulyani tentang buah maja. Mood menulis itu begitu menggebu-gebu. Sejujurnya di sinilah ladang untuk saya menggoreskan ide berbalut kreativitas menyajikan sesuatu yang bermanfaat. Ini adalah rumah yang setahun lalu saya biarkan terbengkalai padahal harga sewanya berjalan terus dan saya selalu membayar tepat waktu. Saya merasa sangat menyesal tidak memanfaatkan kesempatan dengan sebaik-baiknya dalam menata website keren yang terealisasi dari ide brilian Sensei panutan saya, Prof. Imam Robandi. Terbit rasa malu luar biasa dan sadar bahwa professional website adalah sebuah tanggung jawab besar untuk saya rawat membuat saya berkeras belajar merenovasi ladang ini supaya lebih menebar manfaat. Saya bertanya kepada para sahabat di IRo-Society yang selalu ikhlas memberi ilmu tanpa pamrih dan menebar kebaikan. Saya lebih menyukai professional website ini disebut sebagai ladangnya ibu Sri yang ahli serangga. Walaupun ladang ini masih sepi pengunjung, I believe someday, di waktu yang tepat pengunjung akan booming dengan sendirinya. Mereka akan datang dengan penuh rasa penasaran dengan isi ladang ini.

Biduri (Calotropis gigantea) (Baharuddin, 24 November 2019)

Sejauh mata memandang aneka tumbuhan yang tersebar di depan mata, terdapat satu nama indah yaitu biduri atau widuri. Giant milkweed atau biduri dengan nama ilmiah Calotropis gigantea, famili Apocynaceae mempunyai bunga indah tetapi dahannya bergetah. Biduri adalah jenis tumbuhan yang umum dijumpai di Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Sri Lanka, India dan Cina. Biduri merupakan tumbuhan berbentuk semak tegak dengan tinggi sekitar 0,5 sampai dengan 3 meter. Biduri sangat rajin menghasilkan bunga cantik berwarna keunguan walaupun musim kemarau melanda. Tumbuhan biduri sangat tahan kering dan lazim ditemukan di sepanjang pantai berpasir, padang rumput kering dan lereng rendah perbukitan. Menurut cerita yang beredar, masyarakat Sikka kerap mengoleskan getah tanaman biduri saat luka dan kemudian luka itu cepat sembuh. Ini tentang luka yang berada di permukaan kulit. Bagaimana jika terluka hati atau perasaan, apakah dapat disembuhkan dengan getah biduri? Mohon dimaafkan pertanyaan ngelantur karena Penulis sedang halu bin kacau balau. Yang lebih mencengangkan, ternyata para inang (ibu dalam bahasa Sikka) menumbuk daun biduri untuk digunakan mengurangi rasa sakit saat terdapat keluhan suhu badan tinggi alias demam.

Selain berperan sebagai obat herbal, biduri juga menebar manfaat sebagai sumber pestisida nabati. Pestisida nabati lebih aman digunakan bila dibandingkan dengan pestisida kimiawi. Pestisida nabati mudah diuraikan di tanah dan tidak mematikan mikroba penyubur tanah. Biduri senang tumbuh di tanah kurang subur dan uniknya, biduri mengandung racun disebut allelopati yang melindungi tumbuhan dari serangga hama sehingga dapat digunakan sebagai bahan yang dimanfaatkan sebagai insektisida alami. Semua bagian tanaman biduri mempunyai manfaat dimulai dari daun, batang dan akar. Kandungan kimia pada daun diantaranya flavonoid, tannin, polifenol, saponin dan kalsium oksalat. Senyawa tersebut sebagian mempunyai sifat meracuni sel atau jaringan embrio hewan uji. Biduri adalah keindahan, suatu fenomena kearifan lokal pengobatan tradisional nun jauh di bagian timur kepulauan Indonesia. Sebuah potensi alam yang memerlukan sentuhan teknologi dan inovasi sehingga mempunyai nilai ekonomi yang baik untuk bidang perlindungan tanaman secara ramah lingkungan. Mari kita meningkatkan pengetahuan petani menghasilkan panen hasil pertanian yang aman untuk dikonsumsi dan ramah lingkungan dengan memanfaatkan biduri sebagai sumber insektisida nabati (srn).

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *