Serangga atau insekta adalah tipikal hewan yang sangat adaptif terhadap lingkungan. Badannya yang kecil, diversitas makanan yang tinggi dan kemampuan reproduksinya sangat cepat menyebabkan serangga sukses eksis di muka bumi. Salah satu jenis serangga ektoparasit yang paling umum menyerang manusia adalah kutu kepala. Serangga pengisap darah yang badannya memanjang dan bertungkai tiga pasang menyukai hidup pada rambut yang kotor dan berminyak. Ciri khas telur yang dihasilkan oleh kutu kepala berbentuk agak lonjong dan mempunyai ekor panjang yang melekat pada rambut. Umumnya kutu kepala betina meletakkan telurnya satu persatu di helaian rambut. Ada pula telur yang tandem di dalam helaian rambut yang sama. Nutrisi yang cukup (diperoleh dari mengisap darah di kulit kepala) dan lingkungan tumbuh yang sesuai membuat kutu betina sangat produktif menghasilkan telur sehingga berhimpitan di helaian rambut. Dari kejauhan, performa telur kutu tampak seperti butiran ketombe yang mengotori rambut. Cangkang telur kutu kepala berwarna keemasan saat belum menetas dan akhirnya berwarna putih mengering saat sudah tidak berisi lagi. Kutu kepala bersifat nokturnal yang berarti aktif makan saat malam hari. Saat itulah kulit kepala terasa sangat gatal karena kutu kepala menghasilkan cairan anti koagulan yang dikeluarkannya saat mengisap darah dari kepala mangsanya. Serangan kutu kepala berdampak turunnya kualitas konsentrasi, menyebabkan luka yang terasa perih di kulit kepala dan peluang terkena anemia. Serangga kecil ini mempunyai kemampuan berpindah secara aktif ke rambut orang lain. Kutu kepala sangat lihai bersembungi di celah baju, lipatan kulit, daerah tersembunyi di sekitar leher dan telinga.
Saya merasa takjub, kutu rambut yang saya kenal saat di Sekolah Dasar ternyata mampu bertahan sampai hari ini dengan beradaptasi terhadap perubahan peradaban manusia. Saat saya masih duduk di Sekolah Dasar, sampo menjadi barang langka dan harganya cukup mahal. Seingat saya pada era tahun 80-an, kebanyakan sampo masih berbentuk bubuk dan terasa sangat perih jika tanpa sengaja terkena mata. Tampaknya kutu rambut berkembang biak dengan sangat baik jika pemilik rambut memakai minyak kelapa sebagai minyak rambut dan jarang mencuci rambutnya. Bulu kuduk saya merinding membayangkan betapa gatalnya kulit kepala yang diisap darahnya oleh kutu rambut.
Putri bungsuku tertular kutu rambut dari teman sekolahnya. Pada awalnya saya merasa heran mengapa si bungsu kerap terbangun saat tengah malam dan menggaruk kepalanya berulang kali. Tidak pernah terbersit dalam pikiran kalau anak saya itu menjadi ‘korban transfer’ kutu rambut yang tidak disengaja dari teman sekolahnya. Setelah mendengar cerita si bungsu, saya tidak mau gegabah menuduh seorang temannya telah menularkan kutu rambut ke anak saya. Persoalan kutu rambut menjadi sangat serius dan berpotensi menimbulkan rasa tersinggung jika issue sensitif ini dibahas dengan orang yang wawasannya rendah. Keesokan harinya saat si bungsu pulang sekolah, saya segera menyisir rambutnya di atas lembaran kertas warna putih. Mata saya membelalak tidak percaya melihat jatuhnya dari rambut itu beberapa ekor induk kutu gemuk penuh berisi darah. Segera saya pencet semua induk kutu itu dengan gemas. Saya segera memeriksa rambut si bungsu, dan hamparan butiran telur kutu menghiasi helaian rambutnya. Serasa mau menangis bombay melihat kenyataan buruk itu terpampang di hadapan saya.
Berdasarkan pengalaman masa kecil, biasanya kutu rambut dikendalikan secara mekanis dengan cara rambut disisir memakai sisir bergigi rapat (dinamakan sisir kutu). Kutu yang berjatuhan dipencet sampai mati. Saya segera mencari dimana toko yang menjual sisir kutu karena saat ini termasuk langka. Saya juga merasa risih dengan stigma negatif masyarakat selama ini terkait dengan adanya kutu rambut yang mengindikasikan pemilik rambutnya jorok sehingga dihuni oleh hewan nakal itu. Putri saya itu rajin mencuci rambutnya dan selama ini kami sekeluarga tidak ada yang terinfeksi kutu rambut. Kasus ini pertama kali menimpa si bungsu dan semoga tidak berulang lagi.
Perjuangan saya melawan kutu rambut dimulai. Setelah salat Isya, saya mengoleskan minyak kayu putih ke rambut dan kulit kepala si putri bungsu. Setelah beberapa menit saya mulai menyisir rambut ananda. Induk kutu dan anakannya jatuh menggelepar ke atas lembaran kertas putih. Serangga pembuat onar ini segera dipencet memakai kuku dan darahnya muncrat ke mana-mana. Minyak kayu putih itu saya biarkan semalaman di kepala anakku dan besok pagi saat mandi rambutnya dicuci dengan sampo. Pagi hari setelah mencuci rambut, saya segera membersihkan sisa telur kutu dengan menggunakan jari tangan. Telur kutu itu saya kumpulkan di atas kertas putih. Perasaan saya campur aduk bagaikan nano-nano karena hal ini tidak boleh dianggap sepele. Seekor induk kutu yang dibiarkan hidup akan menghasilkan banyak telur yang menetas dan menyebar ke tempat lain. Saya seorang entomologist yang ramah lingkungan, cangkang telur kutu ini saya berikan kepada gerombolan ikan guppy kelaparan yang hidup di dalam pot. Tidak perlu menunggu lama, makanan high nutrition itu ludes dalam sekejap. Sebagai bahan informasi, serangga merupakan salah satu sumber protein yang baik untuk pertumbuhan ikan.
Jika ada waktu senggang, saya sering memberikan ‘cemilan sehat’ untuk para ikan berupa kutu yang berasal kucing peliharaan saya. Umumnya kucing kurang senang jika diobok-obok bulunya saat mencari kutu karena mengganggu kenyamanan si kucing. Peluang saya terkena gigitan atau cakaran kucing sangat besar karena mencari kutu kucing secara manual tidak semudah membalikkan telapak tangan. Walaupun sering dimandikan dan diberi obat kutu, kucing saya tetap terinfeksi kutu jika tiba musim kawin. Pada saat itu terjadi transfer kutu berasal dari kucing betina atau kucing jantan lainnya yang berkelahi dengan kucing saya. Saya selalu berpikir bahwa dalam kehidupan tidak ada upaya yang sia-sia. Ikan senang dapat cemilan sehat, anak dan kucing peliharaan juga bahagia terbebas dari kutu (srn).