Saat saya menulis kembali artikel ini di bulan Juni tahun 2023, hari Raya Idul Adha sudah berada di ambang pintu. Saya akan bercerita tentang pengalamanku yang kedua melaksanakan solat Idul Adha di luar negara Indonesia yaitu di Amerika Serikat. Berdasarkan penanggalan Masehi, hari Selasa tanggal 20 Juli 2021 adalah saat pelaksanaan solat Idul Adha secara serentak di Amerika Serikat. Saya merasa sangat gembira karena mendapatkan undangan melaksanakan solat Idul Adha bersama komunitas Malaysia di Aurora. Selain Denver sebagai kota terbesar, terdapat kota lain di wilayah Colorado yakni: Boulder, Aurora dan Colorado Spring.
Sehari sebelumnya, saya telah meminta ijin one day off dari tugas laboratorium kepada pembimbing saya, Prof. John Swallow. Selama berada di Amerika, sangat diharapkan setiap individu taat disiplin di dalam bekerja. Jika ada keperluan atau berhalangan hadir in daily working harus segera memberikan penyampaian via email atau japri kepada Professor pemilik laboratorium. Jangan sampai ketidakhadiran tersebut menghambat selesainya pekerjaan pada hari itu. Perjuangan menuju ke tempat solat Idul Adha dimulai dengan menaik kereta menuju ke stasiun tempat penjemputan yang telah disepakati. Bersama Balqis, muslimah Malaysia sahabat saya di asrama Lynx Crossing, kami menaik RTD E-line menuju ke stasiun Yale. Perjalanan ditempuh sekitar 45 menit dengan dua kali ganti kereta. Pembayarannya sangat mudah, tiket dibeli secara online melalui aplikasi Regional Transportation District (RTD) dari Playstore yang diunduh ke dalam ponsel. Inilah kecanggihan teknologi, masyarakat Amerika tidak perlu memakai uang tunai untuk melaksanakan transaksi apapun. Semuanya dilakukan secara online. Saat tiba di stasiun Yale, kami dijemput oleh aunty Siti Rahmah bersama tiga orang anaknya – Atikah, Daniel dan Adam, blasteran Malayan-American. Mobil SUV keluaran BMW yang dikemudikan oleh aunty Siti terasa sesak karena adanya tambahan ekstra dua orang penumpang. Mobil berwarna putih ini segera melaju cepat ke tempat solat Idul Adha.
Di tepi jalan dan tempat parkir gedung tempat solat sudah dipenuhi jejeran mobil. Aunty Siti memarkir mobilnya di tempat yang aman. Kami mengintip dari balik jendela kaca mobil, melihat suasana tempat solat di kejauhan. Sekilas bangunannya mirip kantor, ditandai dengan adanya papan nama Colorado Muslim Community Center (CMCC) yang menandakan bahwa tempat tersebut digunakan untuk semua kegiatan berkaitan dengan komunitas muslim di wilayah Colorado. Bangunannya dua lantai dihubungkan dengan tangga kayu yabg kokoh. Ruangan solatnya terbagi dua, lantai atas untuk solat kaum perempuan dan para lelaki menempati ruangan di bagian bawah. Saat masuk ke dalam gedung, kami disambut banyak balon tertempel di dinding dan tempat photo booth bernuansa Idul Adha warna putih. Sungguh menyejukkan hati melihat balon warna pink dan putih menyambut big day kaum muslimin tersebut.
Saat memasuki tempat solat, saya melihat para jamaah perempuan duduk tanpa jarak, ada yang memakai masker adapula tidak. Selain American, berbagai ras muslimah ada disini mulai dari Asia, Afrika dan Mediterania. Saya melihat ke layar monitor yang terpasang kokoh di dinding. Ternyata kaum lelaki juga duduk berdampingan tanpa jarak dan masker. Situasi ini sangat diluar dugaan saya. Kondisinya bagaikan tidak pernah terjadi pandemi Covid-19. Saya berpikir mungkin masyarakatnya sudah merasa aman telah menjalani vaksinasi. Selama saya berada di Denver, tidak ada pembicaraan yang menyangkut wabah Covid-19 seperti yang terjadi di Indonesia. Situasi tentang Covid-19 di Amerika hanya dapat diberitakan oleh pejabat yang berwenang supaya tidak menimbulkan kecemasan masyarakat.
Semua kegiatan berjalan seperti biasa, hanya situasinya berbeda. Ada beberapa tempat melaksanakan kegiatan Working from Home dan adanya orang tetap memakai masker saat berada di tempat umum (termasuk saya). Di dalam ruangan solat terdapat kipas angin, papan tulis dan monitor besar yang memandu solat para jamaah. Di dinding juga terpasang pengumuman larangan makan dan minum. Ada pula penyampaian yang sangat simpatik dan bersahabat dari pengelola gedung: sister with children please exit the prayer room if your child is crying or disruptive Suatu hal lazim ditemukan dalam pelaksanaan tarwih atau lebaran di Indonesia. Seringkali ada balita menangis keras saat ibunya melaksanakan solat. Hal ini sangat dihindarkan terjadi dalam ruangan solat tersebut untuk menunjang khusyuknya melaksanakan ibadah. Saya melihat ke belakang. Para muslimah tidak memakai mukenah. Ada beberapa orang sedang solat sunnah. Mereka solat dengan baju masing-masing. Kedua tangannya dimasukkan dalam kerudung yang menjuntai menutupi dada. Solatnya juga lucu. Saat duduk tahiyat dan menunjukkan jari telunjuknya ke Ka’bah, jari tersebut digoyang-goyangkan naik turun. Pemandangan unik lainnya, saya melihat tangan dan kaki perempuan dari jazirah Arab dipenuhi dengan lukisan henna yang rumit dan sangat indah. Luar biasa…
Setelah solat Idul Adha dua rakaat, dilanjutkan dengan khutbah yang dibawakan oleh Syaikh Moursi menggunakan bahasa Arab. Satu hal yang sangat menyentuh batin saya, setelah selesai khutbah terdapat proses membaca dua kalimat Syahadat untuk seorang American man yang mendapat hidayah menjadi muslim. Pembacaan dua kalimat Syahadat diakhiri dengan ucapan alhamdulillah. Semua jamaah lelaki bertepuk tangan dan menjabat erat tangan muslimin baru tersebut. Hal ini terlihat jelas di dalam layar monitor. Para muslimah di sekeliling saya semuanya mengucapkan alhamdulillah. Sungguh luar biasa rasanya melaksanakan rangkaian ibadah solat Idul Adha ribuan mil jauhnya dari tanah air tercinta. Air mata saya mengalir saat sujud. Saya membacakan doa untuk ibu mertua, ibu dan ayah saya yang sedang sakit di Makassar. Semoga Allah Subhana Wa Ta’ala segera mengangkat sakit beliau dan kembali sehat walafiat. Aaamin ya robbil alamin.