[Cermin] Balada Daun Sop

Daun seledri alias daun sop (Sri Nur Aminah, 2024)

Imah sedang sibuk membersihkan kamar saat terdengar suara Ibu memanggilnya dari dapur. Dari jendela yang terbuka lebar, angin pagi segar bertiup masuk ke dalam kamar. Sayup-sayup terdengar suara penjual sayur dari kejauhan. Imah segera menemui Ibu di dapur. Wangi bawang goreng menabrak cuping hidung menimbulkan rasa lapar gemlegar di dalam lambung.

“Imah, tolong belikan daun seledri dua ribu. Uangnya kamu ambil di dompet yang ada dalam kamar,” Ibu sangat sibuk menggoreng irisan bawang merah dan bawang putih untuk taburan masakan. Lengah sedikit, bawang goreng bakal gosong dan terasa pahit. Mata Imah berbinar melihat kuah masakan Ibu yang meletup-letup di dalam panci.

“Ibu masak apa?” Imah berbisik manja di telinga Ibu. Perempuan itu tersenyum kecil. Butiran peluh menetes dari wajah ayu tak lekang dimakan usia.

“Ayo tebak, Ibu masak apa hari ini,” Ibu mengaduk masakan di dalam panci. Aroma harum lada dan bawang putih menyebar ke seluruh ruangan dapur. Imah terpekik kesenangan melihat isi panci yang menggelegak airnya.

“Cepat kamu keluar, nanti tulang sayurnya keburu lewat,” Ibu menyentuh bahu Imah, menyuruhnya cepat keluar membeli daun sop. Gadis lincah itu masuk ke dalam kamar Ibu mengambil uang dan berlari menuju ke pintu ruang tamu. Dia menunggu penjual sayur di pintu pagar. Dilihatnya motor Daeng Mile- nama si tukang sayur bergerak menghampirinya.

“Kamu tidak pergi ke sekolah?” sapa Daeng Mile kepada Imah.

“Saya masuk siang hari ini,” bola mata Imah celingukan mencari daun sop.

“Kamu mau beli apa?” Daeng Mile bertanya ramah.

“Daeng… saya mau beli daun sop, dua ribu saja,” Imah mengangsurkan sehelai uang dua ribuan ke tangan Daeng Mile, penjual sayur langganan ibunya. Sigap Daeng Mile memberikan beberapa batang daun seledri segar.
“Saya mau beli daun sop, bukan daun seledri,” Imah protes melihat Daeng Mile membungkus daun seledri ke dalam kantong plastik.
“Lah… ini memang daun sop yang kamu maksud.”
“Bukan… ini daun seledri bukan daun sop. Ibuku menyuruh membeli daun sop,” Imah menekankan kata daun sop kepada Deng Mile.

“Ini daun sop yang diminta Ibumu,” si tukang sayur menyodorkan bungkusan plastik yang dipegangnya namun ditolak mentah-mentah oleh Imah.

“Saya mau daun sop, bukan daun seledri.”

Daeng Mile kebingungan karena Imah menolak bungkusan itu. Suara Imah meninggi, dia bersitegang dengan Daeng Mile yang tetap keukeuh pendapatnya. Mendengar keributan itu, Ibu keluar dari dalam rumah.
“Ada apa Imah?”
“Lihatlah Ibu, Daeng Mile memberikan daun seledri padahal aku meminta daun sop.”
Ibu tertawa geli mendengar cerita Imah dan memandang wajah Daeng Mile yang kebingungan.
“Daun sop dan daun seledri sama saja Imah,” Ibu menjelaskan sambil tertawa.
“Saya juga sudah bilang begitu Bu, tapi Imah tetap ngotot minta daun sop,” Daeng Mile menjelaskan hal itu pada Ibu. Kedua orang dewasa itu tertawa melihat kepolosan Imah yang bersembunyi di belakang Ibu. Mukanya merengut masam kepada Daeng Mile.
“Jangan ngambek, nanti daun sopnya layu tidak dapat dimakan,” goda Ibu pada putri kesayangannya.
“Ah Ibu…” Imah menggelendot manja di lengan sang Ibu.

“Masih ada lagi yang mau dibeli? Lihatlah sayurku, semuanya segar, tidak ada yang bermalam,” Daeng Mile menawarkan aneka sayur kepada pelanggannya.

“Ini saja yang saya butuhkan. Terima kasih Daeng Mile,” Ibu menggandeng Mila masuk ke dalam pekarangan. Motor penjual sayur meninggalkan deru berdebu di jalanan. Jalanan terlihat lengang karena sebagian besar penghuni jalan itu telah berangkat beraktivitas.

“Kamu cuci tangan yang bersih dan kita makan bersama sup kacang merah kesukaanmu,” Ibu berjalan ke arah dapur dan Imah berbelok masuk ke dalam kamar mandi untuk cuci tangan. Mata Imah berbinar-binar melihat semangkuk sup lezat bertabur bawang goreng dan irisan daun sop biang kerok keributannya dengan Daeng Mile (srn).

2 Comments

  1. Daun sop oh daun sop
    Penyegar khas aroma sayur sop

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *