
Air liur Sophia menetes melihat rombongan angsa milik Tuan Beno lewat di depan rumahnya. Sepasang matanya liar membayangkan daging angsa panggang terhidang di meja makan. Kepalanya menjadi pening karena hal itu cuma khayalan belaka. Memang benar hanya khayalan karena meja makan di rumah Sophia kosong melompong. Apa yang dapat diperoleh seorang manusia yang malas menjemput rezeki seperti Sophia. Sepanjang hari dia sibuk menyisir rambut di depan cermin dan membayangkan kehidupan sebagai orang kaya. Hidupnya aras-arasan dan selalu menginginkan sukses secara instan. Sophia hilir mudik seperti setrika dalam ruang tamunya yang sempit. Perutnya nyaring berbunyi dengan nada fals. Segera dia menyeberang ke rumah Tuan Gio untuk menemui Lily yang bekerja sebagai babu di rumah itu. Lily sangat rajin bekerja dan pandai memasak aneka makanan lezat sehingga disukai majikannya. Tuan Gio- nama majikan Lily adalah seorang duda yang murah hati. Sophia kerap ikut menikmati sisa jamuan lezat bersama Lily saat Tuan Gio selesai berpesta dengan teman-temannya. Sophia sangat mengharapkan hari ini memperoleh sedikit makanan untuk mengganjal perutnya.
Bau wangi masakan bebek Peking menabrak hidung Sophia saat masuk melalui pintu dapur tempat Lily bekerja. Di hadapannya tersaji hidangan yang membuatnya kalap. Mata Sophia liar mengamati keadaan dapur, tidak terlihat siapapun di ruangan itu sehingga Sophia leluasa. Segera Sophia mengambil sepotong paha bebek dan memakannya sampai habis. Tak ada angsa, bebekpun jadi, hal itu terlintas di kepala Sophia saat asyik menikmati paha bebek gratis. Lily memang sangat pandai memasak, paha bebek itu terasa nampol di lidah. Alangkah kagetnya Lily saat masuk ke dapur dan melihat Sophia lancang memakan masakan bebek Peking milik majikannya. Perempuan itu sangat marah dan mengusir Sophia keluar dari rumah. Sophia sangat ketakutan dan bersembunyi di bawah jendela dapur. Pelan-pelan Sophia mengintip ke dalam rumah melalui kaca jendela. Dari tempat itu dia dapat mendengar secara jelas percakapan antara Lily dan majikannya. Tidak lama kemudian, muncullah Tuan Gio yang ingin menyantap bebek Peking untuk makan siang.
“Lily, mengapa paha bebek ini hanya satu? Kemana pasangannya?” Tuan Gio bertanya bingung melihat sajian Lily di atas meja makan.
“Mohon maaf Tuan, sebelah pahanya dimakan kucing. Saya lalai menjaga masakan ini.”
“Ow…kucing celaka. Dimana sekarang dia berada?” Tuan Gio memotong daging bebek yang sudah berada di atas piringnya. Dia menyendok ke mulutnya dan rasa masakan nan lezat seakan membius alam bawah sadarnya.
“Si kucing sudah kabur sedari tadi, Tuan…”
Tuan Gio sibuk mengunyah makanannya. Tampak dia sangat menikmati masakan bebek Peking buatan Lily.
“Sekarang kamu dengarkan kata-kataku, jika kamu bertemu lagi dengan kucing yang memakan paha bebekku, kamu wajib memukulnya dengan tongkat sebagai hukuman.”
“Siap Tuan, segera saya laksanakan perintahmu untuk memberi hukuman kepada kucing pencuri itu. Jika dia melawan, akan kuikat dan kubawa si kucing pencuri ke hadapan Tuan supaya dapat langsung menghukumnya.”
“Sebuah ide yang sangat bagus Lily.”
Badan Sophia bergetar hebat. Dia sangat ketakutan mendengar percakapan itu. Sophia menyumpahi dirinya yang telah lancang memakan paha bebek bukan miliknya (srn).