Allah Subhana Wa Ta’ala telah menakdirkan manusia sebagai makhluk sosial. Hal ini berarti bahwa semua kegiatan manusia terkait erat dengan interaksi antar manusia, hewan, lingkungan dan alam yang berada di sekelilingnya. Seorang insan yang mempunyai motivasi tinggi pasti selalu merasa bersyukur bahwa dia dikaruniaii kehidupan indah untuk dijalani. Sebaliknya, seseorang yang pesimis selalu merasa kehidupan dunia ini begitu menyesakkan dada karena belum terpenuhi semua yang diinginkannya. Intinya hanya satu, belajarlah bersyukur dengan apa yang telah diberikan oleh Allah Subhana Wa Ta’ala kepadamu.
Interaksi secara in-person terjadi secara aktif jika seseorang tiba di tempat baru dan memutuskan bertinggal di asrama kampus atau apartemen. Seringkali sebuah apartemen dihuni oleh dua, empat bahkan enam orang yang ditempatkan di dalam masing-masing kamar. Teman bertinggal di dalam apartemen atau asrama ini dinamakan roommate. Orang Indonesia lazim menyebutnya teman satu kosan. Roommate adalah bagian paling penting saat seseorang memutuskan untuk hidup di asrama atau apartemen. Roommate dapat berperan sebagai dewa penolong atau sebaliknya menjadi algojo untuk kehidupan seseorang. Selama ini saya menganggap bahwa roommate hanya ‘numpang lewat’ jika seseorang bertinggal di dalam asrama. Ternyata persepsi saya salah besar, roommate berperan sangat besar untuk kesuksesan aktivitas seseorang di tempat baru.
Hal ini saya temukan saat saya menandatangani kontrak untuk bertinggal di asrama mahasiswa namanya Lynx Crossing selama Fall Semester (dimulai setiap bulan Agustus sampai Desember). Lynx Crossing beralamat di 318 Walnut Street Denver. Saya merasa lucu karena penulisan nama jalan di Amerika didahului oleh nomor, sebaliknya di Indonesia yang nama jalan duluan dan nomr ditaruh setelahnya. Saya bertinggal di Lynx Crossing karena saya awardee Fulbright Fellowship untuk melakukan riset selama enam bulan di University of Colorado Denver (UCD), Colorado, Amerika Serikat. Saya memilih bertinggal di asrama dengan alasan klise: biaya hidup murah dan ada peluang mengenal kehidupan Amerika secara nyata. Saya berjalan kaki dari asrama menuju laboratorium tempat saya bekerja sekitar 1,6 km jaraknya. Pemandangan jalan dari asrama menuju ke universitas terasa sangat indah karena banyak pohon khas negara empat musim berjejer di sepanjang jalan. Asrama tempat saya bertinggal dikelola sangat profesional oleh UCD. Fasilitasnya sangat baik karena tersedia lift mulai lantai dasar sampai lantai 5, fasilitas olah raga, back yard untuk bersantai, ruang cuci yang menyediakan mesin besar, internet 24 jam, microwave dan oven di dapur setiap apartemen, dua buah kafe dan cetak dokumen. Semuanya gratis untuk penghuni asrama itu karena kami sudah membayar sangat mahal untuk bertinggal di situ dan mendapatkan fasilitas layak sesuai dengan standar kehidupan mahasiswa di Amerika.
Selain manager dan jajarannya, pengelolaan asrama juga melibatkan mahasiswa yang masih lanjut studi di UCD. Di Lynx Crossing sudah ada pembagian tugas untuk RA (Resident Assistance) yaitu student yang menjadi volunteer untuk membawahi beberapa orang penghuni kamar. RA saya bernama Ethan, lelaki muda berambut pirang dan bola matanya berwarna biru seindah langit di saat musim panas. Ethan adalah orang yang baru pertama kali menjadi RA di Lynx Crossing. Tugas RA banyak (menurutku mirip dengan ketua Rukun Tetangga alias RT di Indonesia) yaitu: menahu berapa orang yang bertinggal di dalam satu apartemen (biasanya berisi dua, empat atau enam orang mahasiswa dari berbagai state atau negara bagian di Amerika), memastikan bahwa semua penghuni kamar mempunyai Roommate Agreement atau surat perjanjian penghuni kamar yang telah disepakati dan ditanda tangani bersama. Seorang Resident Assistance harus berperan sebagai penengah jika terjadi perselisihan di antara roommate satu dengan lainnya. Roommate Agreement terlihat sangat sederhana namun bermanfaat sekali untuk menjaga persatuan dan kesatuan antara penghuni kamar satu dengan lainnya. Isi dari Roommate Agreement adalah: hal apa yang disukai dan tidak disukai, apa yang diinginkan oleh roommate selama bertinggal di asrama. Isi pertanyaan juga menyinggung hal yang bersifat sangat pribadi, contohnya: apakah roommate bersedia saling meminjam pakaian, sepatu, tas atau barang pribadi lainnya, termasuk menerima kunjungan tamu. Seorang roommate harus meminta ijin roommate lainnya jika ingin mengundang teman atau orang lain berkunjung ke apartemen tersebut. Secara prinsipil, para roommate berbagi ruang tamu, ruang makan, dapur dan kamar mandi. Berdasarkan jadwal yang diinfokan oleh Racheal, kami harus menerima kunjungan Ethan ke apartemen yang kami huni pada hari Minggu sore (sekitar jam 17.00 waktu Denver) untuk membicarakan Roommate Agreement.
Pada hari yang telah disepakati, saya masih tidur saat mendengar pintu kamar saya diketuk oleh Racheal Asamoah, gadis berkulit hitam nan ramah dan baik hati. Gadis manis dengan puluhan rambut dikepang kecil tersebut orangtuanya berasal dari Ghana Afrika dan telah menjadi permanent resident di Denver. Gadis ramah berambut panjang dikepang kecil mirip penyanyi Bob Marley itu sudah menunggu di ruang tamu bersama Ethan. Saya melihat Ethan sibuk membaca sesuatu di dalam laptopnya. Sesekali keningnya berkerut dan menghela nafas panjang saat membaca sesuatu. Tampaknya dia sangat serius menangani Roommate Agreement tersebut. Saya segera mengambil kursi di dekat Ethan, Racheal duduk di sofa dekat jendela. Kami duduk bertiga dalam keheningan sore di ruang tamu apartemen W 425.
Bagaikan seorang polisi, Ethan mulai membacakan Do and Don’t yang harus saya dan Racheal patuhi bersama. Pembicaraan ini bersifat terbuka dan terus terang. Contohnya, jika saya membiarkan lampu menyala di ruang tamu mulai malam sampai pagi hari, apakah Racheal tetap setuju dengan tindakan saya? Kedengarannya sangat sepele namun ini pertanyaan yang harus dijawab dengan kesepakatan bersama. Racheal menjawab tidak masalah lampu menyala atau tidak, jadi kami memutuskan bahwa lampu ruang tamu akan dinyalakan saat mulai gelap dan dimatikan saat tiba waktunya untuk tidur. Apakah penghangat ruangan disetel suhunya dengan persetujuan saya juga termasuk dalam list agreement. Tentang pemakaian listrik, masyarakat Amerika terkenal dengan pola hidup konsumtif dan sangat ditunjang oleh fasilitas. Walaupun tidak ada anjuran hidup hemat listrik selama saya bertinggal di Denver, saya tetap berusaha menghemat pemakaian listrik di dalam apartemen. Tidak salah kan kalau kita hidup dengan cara hemat pemakaian listrik dan air supaya tidak terbuang percuma?
Pertanyaan demi pertanyaan terus bergulir dan dijawab dengan kesepakatan bersama. Semuanya berjalan lancar. Ethan lalu bercerita bahwa di apartemen sebelumnya (penghuninya ada enam orang) suasananya ramai seperti pasar. Enam orang berarti terdapat tiga buah kamar mandi yang dapat digunakan oleh dua orang penghuni apartemen, satu dapur dan ruang tamu untuk dipakai bersama. Dapatlah anda bayangkan bagaimana keributan yang terjadi jika satu kulkas dipakai menyimpan makanan secara kolektif untuk enam orang, bagaimana cara pengaturan ruangan karena berisi sofa kecil plus meja panjang. Ada satu meja makan sederhana dengan enam kursi (disesuaikan dengan banyaknya penghuni apartemen). Apakah seseorang merasa nyaman jika roommate lainnya menyimpan pigura bergambar logo Rolling Stone di dinding ruang duduk bersama?apakah roommate lainnya dapat mentoleransi dan merasa nyaman jika ada seorang penghuni kamar menaruh beberapa akuarium kecil di ruang duduk tersebut. Benturan budaya dan kebiasaan seperti inilah yang dapat memicu terjadinya perang mulut yang berujung salah satu roommate harus pindah kamar. Inilah alasan dibuat Roommate Agreement di awal semester. Jika terjadi sesuatu di kemudian hari, para roommate yang berseteru diperlihatkan kembali dengan Roommate Agreement yang telah mereka sepakati sebelumnya.
Saat baru tina di Denver, saya juga mempunyai seorang roommate berkulit hitam berasal dari Texas. Namanya Chrystal, tingkahnya ugal-ugalan dan sombong karena merasa sebagai citizen of the United State. Jika berada ingin mandi, dia membawa iPad dan berjam-jam lamanya berada di dalam kamar mandi sambil bernyanyi dengan suara keras. Perilakunya yang saya benci karena dia sering mabuk jika pulang dari bepergian, suka mengambil diam-diam tisu toilet milik saya dan menaruh sepatunya di atas meja dapur. Dia juga selalu menegur jika saya membeli pisang (dia benci bau pisang) dan menyuruh saya membersihkan kamar mandi. Semua perilaku buruk ini saya laporkan kepada manager asrama. Saat itu saya belum punya Roommate Agreement karena asrama berada dalam kondisi libur musim panas sehingga hanya menerima penghuni dengan ‘status tamu’. Masuk ke Fall semester, administrasi berubah total dengan terbitnya surat pembayaran kontrak kamar asrama dan Roommate Agreement yang harus ditanda tangani oleh setiap penghuni.
Setelah berpindah kamar, saya bertemu Racheal. Dia adalah roommate saya yang kedua dan berhati sangat lembut. Saya tersenyum bahagia dan mengucapkan syukur kepada Allah Subhana Wa Ta’ala. Saya diberikan seorang roommate yang sangat baik dan ramah. Racheal telah mengajarkan banyak sekali tentang American manner (termasuk cara mengoperasikan microwave yang aman dan benar). Oh iya, dia adalah mahasiswa Jurusan Matematika di CU Denver. Orang tuanya berasal dari Ghana dan mereka telah lama menjadi warga negara Amerika. Itulah hidup, ada pahit dan manisnya. Semua berpulang kepada keadaan bagaimana kita mau bersyukur tentang apa yang telah dicapai selama ini (srn).