Matahari belum berangkat dari peraduannya saat Pak Mane sudah menyiapkan peralatannya yang mau dibawa ke sawah. Udara dingin pegunungan selepas salat subuh terasa menusuk ke dalam tulang. Terdengar kokok ayam jantan bersahut-sahutan di kejauhan menanti terbitnya sang penguasa cahaya. Pulang dari masjid, Pak Mane berdiri sejenak di beranda rumahnya dan melihat jalanan yang masih sunyi. Dia menarik nafas dalam-dalam membiarkan udara segar masuk menyapa paru-parunya. Lelaki renta itu menghembuskan nafasnya saat membuka pintu rumah. Pak Mane mengelus lengan keriputnya untuk mengusir udara dingin yang keburu mengusik kulitnya.
“Sudah mau berangkat Pak? Matahari saja belum terbit,” Bu Mane muncul dari dalam kamar sambil melipat mukenah yang telah dipakainya untuk salat subuh.
“Bu, padi kita sudah mulai menguning. Jika saya lengah, malai cantik yang sudah terbentuk bakal dirusak oleh burung hama. Mereka sudah membuat sarang di sekitar sawah kita sejak padi mulai berbunga. Entah darimana datangnya hewan itu, tiba-tiba sudah menyerang sawah Pak Awal. Akibatnya banyak sekali malai patah dan bulirnya rontok ke tanah,” Pak Mane mereguk kopi kentalnya dengan gemas.
“Ibu juga heran, kenapa ya sawah Pak Awal sampai rusak seperti itu.”
“Padahal Pak Awal sudah membeli alat pengusir burung elektrik yang ditawarkan oleh sales pestisida. Tampaknya alat itu tidak bekerja dengan efektif di sawah. Bapak ingat betul saat masih kanak-kanak, burung emprit yang menjadi hama padi di sawah dihalau memakai orang-orangan diikat tali dan bagian ujungnya diberikan kaleng berisi batu. Kalau ada burung emprit yang tertangkap segera dieksekusi oleh Emak menjadi lauk teman makan nasi. Kenangan masa kecilku yang terlalu indah untuk dilupakan. Apakah anak zaman sekarang menahu cita rasa burung emprit yang digoreng? begitu gurih dan renyah dimakan dengan nasi panas kemebul.”
“Iya betul Pak, almarhum ayahku juga seperti itu caranya mengusir burung hama di sawah dengan memakai orang-orangan. Ibu tidak yakin anak zaman sekarang menahu tentang rasa burung emprit goreng. Zaman mereka tumbuh saat ini sangat berbeda dengan zaman kita dahulu Pak. Aku yakin mereka malah tidak menahu ada hewan namanya burung emprit. Ayo Pak, dimakan dulu pisang rebusnya. Jangan kuatir, aku sudah membuat bekal yang enak untuk Bapak bawa ke sawah,” Bu Mane menunjuk sebuah bungkusan kain yang tersimpan di atas meja makan. Pak Mane tersenyum riang sambil menggigit sepotong pisang rebus. Dia membayangkan dirinya sukses menghalau burung hama yang siap merusak tanaman padinya.
Obrolan Pak Mane dan istrinya saat mengawali pagi merupakan gambaran ketakutan petani terhadap kehadiran burung hama perusak tanaman padi. Selain tikus sawah, hewan bersayap ini mampu menggagalkan panen petani. Burung hama yang sering ditemukan di sawah adalah: burung pipit, burung bondol dan burung manyar. Semua jenis burung ini makan bulir padi dan merusak tanaman. Burung hama yang hinggap di tangkai malai menyebabkan patah dan bulir padi rontok ke tanah. Penggunaan alvisida atau jenis pestisida kimiawi untuk mematikan organisme pengganggu tanaman dinilai sangat berbahaya untuk lingkungan. Selain mematikan burung hama, bahan beracun itu mampu mematikan ternak ruminansia, unggas dan manusia karena terbawa aliran air. Salah satu perilaku buruk yang tanpa sadar sering dilakukan oleh petani adalah mencuci peralatan bekas menyemprot pestisida di sungai atau aliran irigasi. Perlu diketahui bahwa sungai sangat vital untuk kehidupan manusia dan komponen lain yang hidup di habitat tersebut. Sejak zaman dahulu, sungai telah menjadi sumber air minum ternak dan tempat tinggal biota air penghasil nutrisi untuk manusia, contohnya: udang, ikan dan makhluk lain yang dapat dikonsumsi. Cemaran sisa pestisida yang terikut di air sungai sangat berbahaya dan berpotensi menyebar ke tempat yang lebih jauh.
Salah satu jenis burung hama yang lazim dijumpai di kota adalah burung gereja. Namanya unik karena menyangkut sebutan untuk tempat ibadah. Menurut sejarahnya, burung gereja berasal dari Eropa dan senang membuat sarang di tempat tinggi, khususnya di menara gereja yang banyak ditemukan di tempat itu. Perilaku ini menghindarkan burung gereja dari serangan mangsanya sehingga dapat berkembang biak dengan pesat dan menghasilkan keturunan baru yang mampu bermigrasi ke tempat jauh. Di dalam kondisi kurang pakan, burung gereja mampu berpindah secara cepat dan hewan mungil ini dikenal sebagai penerbang kuat.
Mengapa burung hama senang hidup di lingkungan dekat pemukiman manusia? Tanpa kita sadari, sisa atau remah makanan yang telah dikonsumsi menjadi penarik datangnya burung hama dan serangga lain yang butuh makanan. Lingkungan yang telah tercemar pestisida kimiawi telah mematikan serangga kecil dan ulat yang menjadi sumber pakan burung hama. Kekurangan pakan menyebabkan burung hama menyerang tanaman padi tanpa terkendali. Alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian juga menjadi salah satu pemicu burung hama kehilangan tempat tinggal dan membuat sarang dekat dengan sumber pakannya. Akibatnya seperti ini, lonjakan serangan burung hama menyerang tanaman padi begitu dahsyat karena jumlahnya sangat besar. Kasus ini mirip dengan serangan belalang pada tanaman jagung yang terjadi di daerah Nusa Tenggara.
Belum terlambat untuk memulai antisipasi serangan burung hama di tanaman padi. Cara yang dapat digunakan oleh Pak Mane dan petani lainnya adalah mengurangi pemakaian pestisida berspektrum luas yang mematikan kodok, ikan dan serangga predator di sawah. Komponen yang telah disebutkan menjadi sumber pakan burung hama. Burung hama yang berada dalam kondisi lapar tidak pernah mempertimbangkan jerih payah petani merawat tanaman padinya. Namanya saja hewan yang tidak mempunyai akal, dorongan perut keroncongan menyebabkan mereka kalap tanpa memikirkan perasaan petani yang menggantungkan harapan pada hasil panen sawahnya. Merawat lingkungan yang aman dari cemaran bahan kimia berbahaya dapat dimulai dari diri sendiri. Jika kita mampu memberikan contoh nyata dalam berbuat kebaikan, tidak akan ditemukan kesulitan dalam menjalani hidup di dunia fana (srn).
Luar biasa
Terima kasih banyak Ustadz Abunawas telah berkenan singgah ke rumah saya. Barakallah
Menjadi teringat saat masih usia SD, saya sering membantu bapak untuk mengusir burung hama yang suka makan tanaman padi. Terimakasih
Masya Allah…kenangan indah tidak terlupakan, terima kasih banyak sudah mampir di sini. Sehat selalu bu Nur Aini.