One day one article in my professional website. Sebuah niat mulia yang selalu terbayang di kepala saya saat ingin memejamkan mata di malam hari. Alasan klise kesibukan kampus dilanjut menyelesaikan tugas domestik menyebabkan mata tidak dapat diajak kompromi untuk merealisasikan wish list seperti yang telah direncanakan sebelumnya. Deraan rasa lelah berkepanjangan membuat hal ini menjadi kendala produktivitas. Alasan kesehatan juga membuat saya memutuskan berpindah kediaman di pedesaan yang dipenuhi hamparan padi menghijau dengan konsekuensi jarak tempuh menuju tempat kerja beberapa kali lebih jauh dari sebelumnya. Di kediaman saya yang baru, sinyal internet telah menjadi barang langka yang sering timbul tenggelam, mirip perilaku kumbang air saat bolak balik mengambil butiran oksigen di atas permukaan air.
Hari ini saya menulis tentang cobek batu yang menjadi alat tempur penting menyajikan masakan nan lezat di dapur keluarga Asia khususnya Indonesia. Cobek dan ulekan merupakan salah satu perangkat masak yang wajib tersedia di dapur. Berdasarkan bahannya, umumnya cobek terbuat dari batu dan kayu. Umumnya cobek yang terbuat dari batu tak lekang dimakan zaman sehingga sangat tahan lama dan dapat diwariskan secara turun temurun. Berdasarkan kebiasaan masyarakat, peralatan dapur milik seorang Ibu dihibahkan kepada anak perempuannya. Hal ini merupakan simbol mengurus rumah tangga yang terus berjalan seiring dengan waktu. Saya merasa sangat gembira menerima cobek warisan dari Ibu karena cobek batu ini umurnya nyaris menyamai umur saya. Permukaannya yang licin dan menghitam merupakan bukti nyata telah dihasilkannya aneka masakan lezat yang menjadi santapan favorit keluarga.
Cobek terbuat dari batu yang saya gunakan di rumah saat ini tidak semulus saat pertama kali diberikan oleh Ibu. Bagian pinggirnya telah pecah gegara tersenggol kucing sehingga jatuh ke lantai. Bukan hanya cobek yang menjadi korban, ulekan atau bagian berbentuk mirip pentungan yang dipakai untuk menggerus bumbu juga patah menjadi dua. Saya tetap menggunakan bagian depan ulekan yang telah patah untuk menghaluskan makanan karena terlanjur merasa nyaman menggunakannya. Permukaan ulekan lama yang telah halus dan menghitam membuat saya tetap memakainya walaupun konsekuensinya tangan sering tergelincir saat menggerus bumbu
Saat melewati jalan Bulu Dua yang berada di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, mobil yang saya tumpangi melewati jejeran penjual cobek terbuat dari batu. Aneka macam cobek tradisional dan bergaya milenial terpajang indah di sepanjang perjalanan yang saya lalui. Saya tidak sempat berlama-lama di tempat tersebut karena kami mengejar waktu untuk tiba di tempat petani menunggu kedatangan pakar pertanian memberikan ceramah di Soppeng. Menurut penjual cobek warna-warni yang sempat saya temui, barang jualannya lebih banyak menghuni display pajangan. Umumnya pembeli cobek batu datang dari kalangan perantau atau keluarga muda yang baru membangun rumah tangga. Adapun yang datang dalam keadaan emergency untuk membeli ulekan karena barang itu telah patah menjadi dua saat jatuh ke lantai. Cobek batu adalah perangkat masak mirip barang peninggalan purbakala alias tidak lekang dimakan waktu. Butuh alasan yang sangat kuat untuk membeli perangkat baru karena kekuatan cobek batu yang tidak tenggelam kekuatannya dipakai untuk menggerus bumbu. Munculnya trend cobek batu colorful sebagai perwujudan ide dari penjual cobek batu untuk menarik minat kaum milenial dengan menyajikan warna warni indah menarik mata calon pembeli (srn).